Tradisi-Tradisi Agama Shinto

Sumber: file:///C:/Users/user/Pictures/shinto/kotobukicho_dashi_kurayami_matsuri_9171.jpg

Agama Shinto tidak memiliki bentuk peribadatan yang sudah ditentukan waktu pelaksanaannya. Setiap pemeluk agama Shinto akan mengunjungi tempat suci jika menghendakinya; bisa setiap tanggal 1 atau 15 tiap-tiap bulan atau pada saat penyelenggaraan matsuri. Tetapi, pemeluk yang taat akan melakukan pemujaan dewa setiap hari. Pada pagi hari setelah bangun tidur dan membersihkan diri akan menuju altar keluarga; membungkukkan badan, bertepuk tangan dua kali, diam sebentar dengan sikap hormat dan khidmat, baru kemudian melakukan aktivitas keseharian. Pada kesempatan lain akan menghadap ke aeah matahari, gunung, tempat suci Ise atau yang lainnya.[1]

        Adapun tempat yang paling baikuntuk melakukan peribadatan adalah jinja. Hamper semua bentuk peribadatan atau upacara keagamaan yang dilakukan di jinja pada hakikatnya merupakan upacara pensucian dalam rangka menyambut kehadiran Kami.
Upacara keagamaan yang dilakukan di jinja dapat dibedakan dalam tiga tahapan:
a.          Upacara Pensucian Pendahuluan (kessai)
Kessai atau disebut pula dengan Saikai merupakan rangkaian perbuatan yang bentuknya                           beranekaragam yang harus dilakukan oleh seseorang sebelum ia melakukan upacar kegamaan.
b.         Upacara Pensucian (harai)
Upacara ini biasanya dilakukan oleh seorang pendeta dengan cara mengibaskan tongkat pensucian          (harai-gushi) di atas kepala orang atau objek yang disucikan. Menurut keyakinan para pemeluk agam        Shinto, perbuatan simbolis semacam itu akan dapat membersihkan dan mensucikan rohani dari segala        macam kotoran.
c.          Upacara Persembahan Sesaji
Apabila upacara pendahuluan (kessai) dan upacara pensucian pokok (harai) sudah dilaksanakan,            maka bentuk upacar yang ketiga, yaitu upacara persembahan atau sesaji, dapat segera dilaksanakan.        Upacara ini dumilai dengan mempersembahkan ranting-ranting pohon suci sakaki, dan dilengkapi              pula  dengan sesaji berupa padi, sake, dan lain sebagainya.[2]
        Selain upacara keagamaan yang disebutka di atas, dalam agama Shinto purba masih terdapat banyak sekali upacara keagamaan yang bentuk dan tujuannya sangat beraneka ragam tergantung para dewa, tempat suci dan tujuannya. Upacar kegamaan tersebut disebut matsuri. Sedang perayaan dalam matsuri dilakukan dalam bentuk arak-arakan, tari-tari, pertunjukan sandiwara, perlombaan, dan pesta-pesta besar.[3]

Beberapa matsuri diantaranya :
a.          Gion matsuri
Menurut tradisi upacar ini sudah mulai ada sejak dua belas abad yang lampau pada masa                          pemerintahan kaisar Seiwa. Tujuannya adalah untuk menolak bahaya penyakit sampar.

b.         Iwa-shimizu-matsuri
Pada zaman dahulu perayaan keagamaan ini disebut dengan hojo-e, dan dilaksanakan pada malam          bulan purnama sekitar bulan Agustus tiap tahun sambil melepaskan benda-benda hidup seperti                  burung dan ikan.

c.          Aoi-matsuri
Perayaan ini diselenggarakan setiaap tahun sekali, dan menurut cerita dimulai sekitar enaam belas              abad yang lampau pada masa pemerintahan kaisar Kimmei. Tujuan utama perayaan ini adalah untuk          memperoleh hasil panen yang berlimpah.

d.         Kanda-matsuri
Dilaksanakan tiap tahun pada bulan Mei di tempat suci Kanda di Tokyo. Dalam perayaan ini                    diselenggarakan arak-arakan yang membawa tempat suci dalam ukuran kecil dan juga dengan pawai        kendaraan berhias.

e.          Kasuga-matsuri
Dikatakan bahwa perayaan ini sudah ada sejak Sembilan abad yang lampau, dimulai pada masa               kaisar Mintoku.

f.          Sanno-matsuri
Perayaan ini diselenggarakan pada bulan Juni setiap tahun, dan merupakan perayaan yang sering              disebut pula dengan “perayaan resmi” sebab diselenggarakan untuk menyenagkan pihak pengusa.

g.         Tenjin-matsuri
Dalam pengertian umum Tenjin-matsuri adalah perayaan-perayaan keagamaan yang diselenggarakan        oleh tempat-tempat suci Kitano Tenjin yang tersebar luas di seluruh negeri dan dalam pengertian                khusus adalah perayaan yang diselenggarakan tiap tahun pada bulan Juli di Osaka.

h.         Tenno-matsuri
Kata “tenno” disini adalah kependekan dari kata Gozutenno, nama lain dari dewa Susanowo.                  Selama musim panas diselenggarakan perayaan untuk memuja dewa tersebut yang tujuannya adalah          untuk memperoleh keselamatan dari berbagai macam penyakit.[4]

Hampir semua tempat suci menyelenggarakan perayaan keagamaan yang secara garis besar dibagi menjadi empat macam:
a.        Perayaan Musim Semi (Haru Matsuri), tujuannya untuk memohon rahmat dewa agar diberi hasil panen yang melimpah.
b.             Perayaan Musim Gugur (Aki-matsuri), sebagai perayaan terimakasih atas hasil panen.
c.              Perayaan Tahunan (resai)
d.             Perayaan Arak-arakan Dewa (Shinko-Shiki)[5]

Tata urutan upacara dalam perayaan-perayaan tersebut pada umumnya sebagai berikut:
a.          Upacara Pensucian (harae).
b.         Pemujaan; menundukkan altar kea rah bawah.
c.           Pembukaan pintu masuk surga menuju ruang suci bagian dalam oleh pendeta kepala.
d.          Pemberian sesaji berupa makanan; mungkin nasi, sake, ikan, burung, lumut laut dan lain-lain.
e.          Pembacaan do’a (norito), dilakukan pendeta kepala.
f.           Musik dan tari suci.
g.        Sesaji massal; semua psereta membuat sesaji secara simbolis menggunakan sebuah ranting pohon suci yang masih segar diberi kertas putih.
h.         Menyingkirkan sesaji
i.           Penutupan pintumasuk menuju ruang suci.
j.           Pemujaan terakhir
k.         Perayaan keagamaan (matsuri).[6]
Selain perayaan keagamaan (matsuri), dikenal juga upacara peralihan kehidupan manusia yang dimulai sejak lahir sampai meninngal dunia, yaitu: (1) Upacara Masa Kanank-kanak; (2) Upacara Usia Dewasa; (3) Upacara Perkawinan; (4) Upacara Usia Lanjut; (5) Upacara kematian.[7]

Video berikut adalah salah satu contoh bagaimana matsuri itu diadakan, dan berikut adalah perayaan Gion Matsuri:






[1] Siti Nadroh dan Syaiful Azmi, Agama-Agama Minor ,  h. 46-47
[2] Djam’annuri, Agama Jepang (Yogyakarta: PT Bagus Arafah, 1981), h. 88-89
[3] Djam’annuri, Agama Jepang , h. 65
[4] Djam’annuri, Agama Jepang ,  h. 66-67
[5] Siti Nadroh dan Syaiful Azmi, Agama-Agama Minor , h. 52
[6] Siti Nadroh dan Syaiful Azmi, Agama-Agama Minor, h. 52-53
[7] Siti Nadroh dan Syaiful Azmi, Agama-Agama Minor, h. 53
Tradisi-Tradisi Agama Shinto Tradisi-Tradisi Agama Shinto Reviewed by Kelompok 7 on November 21, 2017 Rating: 5

Tidak ada komentar